Kabinet merah putihsumber foto : https://www.bbc.com/indonesia/articles/cr4xgkz2l3ro

Pasca pelantikan kabinet Merah-Putif, beragam tanggapan baik apresiasi maupun kritik dialamatkan kepada presiden terpilih Prabowo. Kritikus oposan Rizal Fadhilah menulis Rezim Cemen Pura-pura Pro Rakyat. Karakter dan muatan tulisan Fadilah tentu saja mengikuti jalan pikirannya yang oposan. Fadilah menyatakan “para menteri di posisi strategis ternyata diisi oleh wajah-wajh Orde Lama, Orde Baru yang terbukti apkiran dan berjalan disorder” Berbeda dengan Fadhilah, M. Sholeh Bashori, lebih memilih untuk melakukan pemetaan isi kabinet  sebagai akomodasi Prabowo terhadap kelompok muslim Nusantara. Di bawah judul Postur NU,Muhammadiyah dan Salafi-Wahabi dalam Perspektif Prabowo. Yang menarik dari tulisan Bashori adalah ketika Ia meletakkan Anis Matta yang dipilih Prabowo menduduki posisi Wakil Menteri Luar Negeri sebagai representasi Salafi-Wahabi.

Tentu saja hak Bashori untuk menyampaikan opininya sebagaimana yang lain juga berhak untuk memberi perimbangan bagi opini tersebut. Bashori sesungguhnya cukup cermat ketika memetakan posisi NU dan Muhammadiyah di kabinet Prabowo, dan juga pujian atas kecermatan Prabowo meletakkan Anis untuk membangun relasi dengan Timur-Tengah. Menurutnya pengalaman Anis sebagai mantan Ketua PKS yang juga disebutnya sebagai pantolan utama Ikwanul Muslimin di Indonesia. Anis oleh Bashori disebut sebagai sosok glibal player Islam dari Indonesia. Ia menguasai geopolitik, geostrategic dan jaringan Islam internasioan. Penguasaannya atas peta Islam kawasan sangat memukau,  sampai disini saya sepakatat dengan Bashori. Namun perspektif  Bashori, yang meletakkan Anis berada satu ruang dengan Salafi Wahabi, menurut hemat penulis mengandung masalah. Sekalipun saya tidak terlalu tahu lagi tentang kekinian Anis, namun menurut hemat saya logical sequence dari perspektif Bashori sedikit kurang runtut. Anis  pantolan IM di Indonesia dan Anis salafi Wahabi, bagaimana mungkin seseorang menjadi IM dan pada saat yang sama sebagai salafi Wahabi?

Sepanjang yang saya ketahui IM yang mepertuan agungkan Hasan al-Banna dan juga banyak dipengaruhi oleh pikiran-pikiran revolusioner Sayyid Qutub, oleh Salafi Wahabi dipandang “sesat”. Dan sekiranya Anis bersedia mengakui dirinya sebagai bagian integral dari Salafi Wahabi, saya berkeyakinan kelompok Wahabi akan segera menklarifikasi. Sekalipun tidak ditampik bahwa sebelumnya pernah terjadinya kemesraan antara IM dan Salafi Wahabi, namun kemesraan tersebut berakhir ketika para Ikhwani mengeritik kebijakan Saudi (sebagai induk semang Wahabi) yang berkongsi dengan pasukan multi nasional untuk menggempur Irak. Residu perseteruan dua kelompok (IM vs Wahabi) bayang-bayangnya hingga kini terasa. Ketika dunia Islam pada umumnya menggalang dukungan untuk perjuangan Hamas di Gaza dibawah komando Ismail Haniye pada Oktober 2023 sebagian gerbong Salafi Wahabi Indonesia melalui para Youtubernya malah berusaha membangun opini agar masyarakat tidak mempercayai ketulusan orang Gaza dan Hamas dalam berjuang, mengingat Hamas terafiliasi dengan Ikhwanul Muslimin yang oleh Salafi Wahabi dipandang menyimpang.   

Dengan sejumlah indikasi diatas, kurang logis kiranya meletakkan Anis sebagai representasi Salafi Wahabi. Loncatan Anis meninggalkan PKS   kemudian mendirikan Gelora, dan memilih berkoalisi dengan Prabowo, boleh jadi sebagai indikasi bahwa yang bersangkutan sudah tidak tertarik lagi terbingkai dalam patron IM. Mengingat banyak pihak yang kerap meletakkan IM sebagai kelompok “radikal” Islam. Wallahu a’lam bi al sawab

Kendari, 23 Oktober 2024

Muhammad Alifuddin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *